Maqbaroh Hadhrotusy Syaikh Imam Nawawi |
Lama sudah perjuangan pajang yang dijalani
Hadhrotusy Syaikh di Pondok Ringinagung yang merupakan fakta sejarah akan
eksistensi Beliau dalam berperan mendidik
dan menggodok kader-kader mujahidin yang siap fisik serta mental
dalam mensyiarkan kalam ilahi ditengah ummat.
Selama itu pula beliau hidup bahagia
berdampingan dengan istri tercinta. Beliau dianugerahi satu putra yaitu gus
burhan dan dua putrid masing-masing bernama sapurah dan murah.
Sebagai putra satu-satunya, gus burhan
merupakan tumpuan harapan untuk meneruskan perjuangan beliau. Setelah gus
burhan dewasa dan dianggap telah siap memegang amanat untuk menggantikan posisi
ayahanda sebagai tampuk pimpinan pondok ringinagung, maka Hadhrotusy Syaikh
berencana hijrah ke Blitar selatan guna memenuhi niat sucinya. Kiranya taqdir
Alloh menentukan lain, gus burhan berpulang ke rohmatulloh mendahului
ayahandanya. Dengan tulus ikhlash, Hadhrotush Syaikh mengurungkan niat semula
dan kembali mengurusi santri-santrinya.
Selang beberapa tahun kemudian, yaitu
sesudah tahun 1901 masehi atau setelah selesainya pembangunan masjid
ringinagung, Hadhrotusy Syaikh Imam Nawawi sebagai ro’idul ma’had yang menjadi
uswah para santri berpulang ke Rohmatulloh. Seluruh penduduk sekitar serta
ummat islam merasa kehilangan beliau. Mereka sadar bahwa hanya Ulama’-lah yang
menjadi pewaris para Nabi dalam memberangus perkara bathil dan menegakkan yang
haqq. Hadhrotush Syaikh telah tiada, namun nama dan jasanya tetap dikenang
sepanjang masa.